||JTN UPDATE|| โ—‡ Rabu 21 Mei 2025 08:24:45 PM

Adu Mulut baku hantam hampir pecah saat EB dihadang DC, Pakar Hukum Minta Premanisme Ditindak Tegas

Dilihat 1 kali



JAWATIMURNEWS.COM |
Senin (14/4/2025) NGANJUK_JAWA TIMUR,- 

Seorang warga Nganjuk berinisial EB nyaris menjadi korban dugaan aksi premanisme yang dilakukan oleh oknum debt collector di Jalan Bypass Mojokerto, tepatnya di sekitar Pos Polisi Mertex. Insiden tersebut terjadi saat EB dalam perjalanan dari Nganjuk menuju Surabaya untuk mengantar keluarganya, Sabtu (12/4/2025).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, kendaraan Toyota Avanza yang dikendarai EB tiba-tiba dipepet dan didahului oleh mobil lain, hingga terjadi benturan antar kendaraan. EB mengaku sempat kehilangan kendali, namun berhasil menguasai kendaraannya meski masih terus dibuntuti oleh tiga mobil yang diduga milik debt collector.

โ€œSetelah terjadi benturan, mereka terus mengejar saya. Karena merasa terancam, saya memutuskan berhenti di Pos Polisi Mertex. Tiga mobil yang membuntuti saya pun ikut berhenti, lalu para penumpangnya langsung mengerumuni mobil saya. Sempat terjadi adu mulut, tapi saya akhirnya mendapat bantuan dari petugas polisi yang berjaga di pos,โ€ jelas EB kepada wartawan.


Petugas di pos polisi kemudian mengarahkan dan mengantar EB ke Polres Mojokerto untuk membuat laporan resmi. Pihak kepolisian menyatakan telah menerima laporan tersebut dan tengah melakukan penyelidikan guna mengidentifikasi para pelaku.


Menanggapi kasus ini, praktisi hukum Anang Hartoyo, S.H. menegaskan bahwa tindakan oknum debt collector tersebut bukan semata-mata urusan perdata, melainkan sudah masuk dalam ranah pidana.


โ€œTindakan menghadang warga, membawa ke lokasi tertutup, memaksa menandatangani dokumen, dan merampas kendaraan secara sepihak adalah bentuk nyata dari premanisme yang melanggar hukum pidana,โ€ tegas Anang.


Ia menjelaskan bahwa tindakan tersebut dapat dikenakan Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan dan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan. Selain itu, aksi sepihak itu juga melanggar hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.


โ€œPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan SEMA Nomor 2 Tahun 2021 secara tegas menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia tidak bisa dilakukan secara sepihak. Harus melalui proses pengadilan. Tidak ada ruang bagi intimidasi atau kekerasan dalam praktik penagihan utang,โ€ lanjutnya.


Anang Hartoyo juga mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap kasus ini dan menindak perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasa penagih ilegal.


โ€œNegara tidak boleh kalah oleh aksi premanisme. Hukum harus hadir untuk melindungi rakyat. Ini momentum untuk menertibkan praktik penagihan yang melanggar hukum dan meresahkan masyarakat ujar nya.


(Bon)

Pewarta: Boniman
Penulis: Boniman
Reporter: Biro NGANJUK
Editor: Zahrudin-Haris
|JTN RILIS UP BIRO NGANJUK|

Pasang Iklan Rp.100.000/Tahun


@Redaksi JAWATIMURNEWS
Editor : Zahrudin-Haris-Athallah SND
Sumber : JTN MEDIA NETWORK

Comments

Not using Html Comment Box  yet?

No one has commented yet. Be the first!

rss
Previous Post Next Post

Contact Form

VRITIMES Luncurkan vnbreaking.vn, Platform Media Khusus untuk Menyajikan Berita dari Vietnam | TNI Pastikan Keamanan Intan Jaya Pasca Kontak Senjata dengan OPM | KA Lokal Pangrango Jadi Primadona dan Solusi Masyarakat Selama Musim Liburan dan Akhir Pekan | Jelajahi Pasar Barang Antik di Jakarta yang Memikat! | LindungiHutan Capai Target 1 Juta Pohon, Ini Pihak-Pihak yang Mendukung Kesuksesannya | Rekor!, Public Gold Mencapai 1,8 Juta Pelanggan | Upaya merayu Petinggi Pemkab Nganjuk serta Disporabudpar dalam Parade jaranan kemarin, Tumbang di Polsek loceret Pelaku jaranan | Peringatan Hari Kebangkitan Nasional, Wakil Wali Kota Mojokerto Ajak Kuatkan Semangat Gotong Royong | FEB UNAIR Selenggarakan FGD Navigating A Changing Media Landscape Untuk Menghadapi Era Revolusi Industri 5.0 Dan Tantangan Terhadap Media | Energi untuk Bumi Lancang Kuning: Kiprah Keberlanjutan Elnusa Petrofin di Tanah Melayu | mas tamvan