MOJOKERTO - Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) tentang penerapan pidana kerja sosial sesuai amanat KUHP 2023. Kegiatan ini dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara pemerintah kabupaten/kota se-Jawa Timur dengan kejaksaan negeri se-Jawa Timur, serta pembukaan bimbingan teknis capacity building bertajuk “Penggerak Restorative Justice Adhyaksa: Paradigma Baru Penyelesaian Perkara Pidana yang Berkeadilan”.
Acara berlangsung di Aula Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Senin (15/10/2025), dengan dihadiri jajaran pejabat provinsi, kejaksaan, serta kepala daerah.
Bupati Mojokerto Muhammad Albarra bersama Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Mojokerto, Fauzi, turut hadir secara langsung untuk menandatangani perjanjian kerjasama pidana kerja sosial. Kehadiran keduanya menegaskan komitmen Kabupaten Mojokerto dalam mendukung paradigma baru penegakan hukum yang lebih humanis dan berkeadilan.
Dalam sambutannya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menekankan bahwa penandatanganan MoU ini bukan sekadar simbol kerja sama antarinstitusi, melainkan fondasi penting dalam penerapan pidana kerja sosial yang manusiawi, produktif, dan berdampak langsung kepada masyarakat.
"Kita memastikan sanksi yang dijatuhkan tidak berhenti pada penghukuman, melainkan menjadi sarana pemulihan sosial, pembelajaran, serta reintegrasi pelaku ke dalam komunitasnya," ujarnya.
Khofifah mengatakan, kegiatan ini merupakan wujud sinergi dalam menyambut berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain itu, momentum ini sekaligus menjadi bagian dari penguatan kapasitas penggerak restorative justice di Jawa Timur dalam rangka membangun tatanan penegakan hukum yang lebih progresif.
"Hal ini menegaskan pergeseran paradigma pemidanaan dari penghukuman dan pembalasan (retributif) menuju korektif, rehabilitatif, dan restoratif," jelasnya.
Lebih lanjut, Khofifah menjelaskan bahwa keberhasilan pendekatan ini membutuhkan peran aktif masyarakat, khususnya aparatur pemerintahan desa. Kepala desa disiapkan sebagai peacemaker bersama paralegal dari berbagai organisasi kemasyarakatan, seiring dengan program besar Kejaksaan Agung RI terkait rumah restorative justice.
"Bagaimana Undang-Undang KUHP memberi referensi menyiapkan program untuk pidana kerja sosial, dan fasilitas bimtek terus bergulir karena jumlah desa dan kelurahan di Jatim sebanyak 8.494, serta rumah restorative justice hampir 1.800 desa. Kita semua masih punya tugas meluaskan supaya layanan lebih merata di Jatim," tuturnya.
Selain aspek hukum, Khofifah juga menyinggung integrasi pidana kerja sosial dengan program produktif, seperti pengolahan perhutanan sosial dan perluasan lahan perkebunan tebu. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menugaskan Jawa Timur membuka lahan tanam baru seluas 70 ribu hektare.
Hasil diskusi bersama Menteri Pertanian terkait 70 ribu hektare tersebut selesai Maret, sehingga tambahan dari pidana kerja sosial akan sangat produktif sekaligus berseiring dengan program strategis presiden.
"Insyaallah dapat meningkatkan produktivitas yang bisa dilakukan para bupati dan wali kota di Jatim. Tentu kami juga berterima kasih kepada Kajari dan Kajati yang membangun sinergi luar biasa sehingga acara ini bisa terlaksana," pungkasnya.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung RI, Prof. Asep Nana Mulyana, menekankan pentingnya kolaborasi Hexahelix yang melibatkan pemerintah daerah, akademisi, masyarakat, dunia usaha, media, dan komunitas.
"Kami menyebutnya Kolaborasi Hexahelix. Inilah kenapa penting sekali peran dan dukungan dari Pemprov maupun Pemda, karena banyak bentuk yang bisa dikembangkan nantinya," ungkapnya.
"Nantinya juga bisa memberikan dampak timbal balik. Pemda mendapat manfaat, warga binaan dan masyarakat secara umum juga mendapatkan manfaatnya," imbuhnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Agus Sahat Sampa Tua Lumban Gaol, menambahkan bahwa pidana kerja sosial bukan sekadar agenda, tetapi menuntut sinergitas seluruh pemangku kepentingan.
"Kolaborasi ini menjadi guyub nyata membangun penegakan hukum yang tegas dan berkelanjutan. Pemerintah Provinsi Jatim menunjukkan komitmen mendukung pekerja sosial, termasuk kampus Unair dan Jamkrindo," ungkapnya.
Plt. Direktur Utama Jamkrindo, Abdul Bari, turut menegaskan bahwa kerja sama ini menghadirkan tata kelola pemberdayaan masyarakat yang lebih luas serta ekosistem usaha yang sehat dan akuntabel.
"Keseriusan kita dalam tata kelola meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekaligus mendorong ekonomi di Jatim," ungkapnya.(Bams)
Dilihat 1 kali




