BERANDA PENDIDIKAN KESEHATAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN PERKEBUNAN TENAGA KERJA HUKUM ORGANISASI OLAHRAGA JAWA TIMUR JAWA TIMUR UPDATE JAWA TENGAH JAWA BARAT LINTAS NUSANTARA JAKARTA
ANGGARDAYA DESKOBIS WISLAMIHER SETAPAK INFO INFO TIPS

Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan)

Dilihat 0 kali



BANGSA YANG BESAR ADALAH BANGSA YANG MENGHORMATI JASA PARA PAHLAWANNYA

SELAMAT PAGI JTN

Siti Walidah (Nyai Ahmad  Dahlan)

(Pendiri Aisyiyah) 

Lahir                      :  DIY Yogyakarta 

                                   3 Januari 1872

Wafat.                   :   DIY Yogyakarta

                                   31 Mei 1946

Dimakamkan Di :  DIY Yogyakarta 

Kata Bijak            :  “Saya titipkan Muhammadiyah dan Aisyiyah kepadamu sebagaimana almarhum Kiai Haji Ahmad Dahlan menitipkannya.

Menitipkan, berarti melanjutkan perjuangan umat Islam Indonesia ke arah perbaikan hidup bangsa Indonesia yang berdasarkan cita-cita luhur mencapai kemerdekaan.”

jawatimurnews.com - Siti Walidah atau lebih dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh emansipasi perempuan. Ia juga adalah istri seorang Pahlawan Nasional Indonesia, Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri organisasi Islam Muhammadiyah.

Nyai Ahmad Dahlan lahir pada 3 Januari 1872. Ia merupakan putri Kyai Penghulu Muhammad Fadhil, seorang ulama dan anggota Kesultanan Yogyakarta. Setelah dewasa, ia dinikahkan dengan Muhammad Darwis atau KH. Ahmad Dahlan, yang tidak lain adalah sepupunya sendiri.

Dikutip dari Suara Muhammadiyah, peran Siti Walidah sangat besar dalam mengorganisasi kaum perempuan sejak masa kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan. Ia menggerakkan pengajian-pengajian Alquran dan mendorong para perempuan mulai dari remaja putri, ibu-ibu, maupun para buruh batik untuk bergabung.

Dalam pengajiannya, Nyai Ahmad Dahlan mengasah kepekaan muridnya pada fenomena kemiskinan yang terjadi di kalangan umat Islam. Pengajian tersebut pun makin lama makin berkembang. Karena pengajian dilakukan setelah Ashar, maka perkumpulan tersebut dikenal dengan Wal 'Ashri.

Pengajian yang dilakukannya juga merangkul para buruh batik di Kauman, salah satu kelompok terpinggirkan yang sulit mengakses pendidikan. Para buruh batik ini dihimpun dalam sebuah kelompok bernama Maghribi School, yaitu pengajian yang diselenggarakan setelah waktu Maghrib atau setelah pekerjaan selesai. Tak hanya belajar tentang agama, forum pengajian juga mengajarkan cara menulis dan membaca.

Kemudian pada 1914, dibentuklah perkumpulan Sopo Tresno, yang menghimpun kaum perempuan, baik tua maupun muda untuk mendapatkan pengajaran agama Islam. Nyai Ahmad Dahlan dan suaminya bergantian dalam mengurus Sopo Tresno tersebut. Pada akhirnya, semua perkumpulan yang dibinanya inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya organisasi Aisyiyah.

Organisasi Aisyiyah sendiri diresmikan pada 22 April 1917. Lima tahun kemudian Aisyiyah menjadi bagian dari Muhammadiyah.

Dari Aisyiyah inilah berdiri dan berkembang sekolah-sekolah putri dan asrama, keaksaraan, dan program pendidikan Islam untuk perempuan. Sekolah Aisyiyah sendiri menganut ideologi pendidikan Ahmad Dahlan, yakni Catur Pusat: pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah, pendidikan di masyarakat, dan pendidikan di tempat-tempat ibadah.

Setelah pondasi organisasi Aisyiyah terbentuk dan kokoh, Nyai Ahmad Dahlan mulai berperan aktif melakukan kunjungan ke daerah-daerah, tak hanya di pulau Jawa, tapi juga sampai ke Sumatera. Ia juga menyuarakan soal menentang kawin paksa dan berpendapat bahwa istri adalah mitra suami.

Melansir Go Muslim, Nyai Ahmad Dahlan terus aktif di Muhammadiyah dan Aisyiyah, bahkan setelah Kiai Ahmad Dahlan meninggal dunia pada 1923. Ia juga sempat memimpin Kongres ke-15 Muhammadiyah di Surabaya pada 1926.

Pada masa itu, ia adalah wanita pertama yang memimpin konferensi semacam itu. Hal ini membuat banyak perempuan terpengaruh untuk kemudian bergabung dengan Aisyiyah. Nyai Ahmad Dahlan terus memimpin Aisyiyah sampai 1934. Ia mengalami langsung kehidupan di bawah penjajahan Belanda dan Jepang hingga Indonesia merdeka. 

Nyai Ahmad Dahlan wafat pada 31 Mei 1946 dan dimakamkan di belakang Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta. Ia meninggalkan jasa yang amat besar bagi kemajuan kaum perempuan di negeri ini. Atas jasa-jasanya tersebut, pada 10 November 1971, Nyai Ahmad Dahlan dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Soeharto, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 42/TK Tahun 1971.


(Abra)

#Dari beberapa sumber 

Sumber : JTN Media Network

JTN SUPORT BANK BRI An : PT.JATIM INTIPERKASA GLOBAL MEDIA, No. REK : 006501044064531

Post a Comment

No Spam,No SARA,No Eksploitasi
Komenlah yang berkualitas & berkelas

Previous Post Next Post

Contact Form